Posted by : Unknown
Selasa, 08 Mei 2012
A .Pendahuluan
Situasi
sosial politik di suatu negara baik yang positif maupun negatif,
tidaklah bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai gejolak yang terjadi di
tingkat global ditentukan oleh citra diri dan identitas bangsa itu
sendiri yang mana masing-masing bangsa di dunia sudah pasti memiliki
citra diri dan identitas masing-masing sehingga setiap pengaruh global yang diterima setiap bangsa dan negarapun akan berbeda.
Era globalisasi yang diboncengi neolibralisme dan modernisasi menuju diiringi revolusi IPTEK. Dimana manusia akan terus akan mengalami revolusi tour ti (technologi, telekomunication,transportation,tourism)yang memiliki globalizing force yang dominan sehingga batas antar daerah dan antar negara semakin
kabul, yang mengakibatkan dunia tanpa batas yang menganut aliran
kebebasan, kebebasan nerkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan
kebebasan berkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
berekpresi. Seperti contoh bila kita duduk di satu kursi dan
berkomunikasi dengan orang di tempat yang paling jauh ditempat diluar sana, maka kemajuan
tehnologi informasi dan telekomonikasi mendekatkan jarak dan waktu.
Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tantangan
budaya masyarakat khususnya I ndonesia.
Hal
ini sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter serta membedakan mana
budaya asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika kita melihat
kondisi riil masyarat Indonesia sekarang ini, ternyata
daya serap masyarakat terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya
serapnya terhadap budaya lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi
itu, antara lain dapat disaksikan dari gaya berpakaian, dan gaya
berbahasa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang sudah
berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena kemajuan tehnologi
iformatika dan komunikasi khususnya pada media masa. Globalisasi media
dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio,
majalah, koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit
banyak akan berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.
B. Konsep Budaya dan Globalisasi Budaya
Dalam pranata Wikipedia,
didapatkan arti dari pada budaya sebagai berikut: ” budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan dengan
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia”. Sedangkan para
ahli mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai budaya. Menurut
Edwar B. Taylor: ” Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks,yang didalamnya mengandung kepercayaan,kesenian ,moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang didapat seorang
sebagai anggota masyarakat ”. Sementara itu Selo Soemardjan dan
Seelaiman Soemardi , menurut mereka ” kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat”. Dalam definisi globalisasi menurut beberapa
ahli, salah satunya adalah Jan Aart Scholte mengatakan globalisasi
adalah: ”serangkaian proses dimana relasi sosial menjadi relatif
terlepas dari wilayah geografis”. Sementara bila mana menilik definisi
budaya diatas, maka bisa diartikan bahwa globalisasi budaya
adalah : ”serangkaian proses dimana relasi akal dan budi manusia
relatif terlepas dari wilayah geografis”.
Hal
ini memunculkan jalinan situasi yang integratif antara akal dan budi
manusia disuatu belahan bumi yang satu dengan yang lainnya. Sementara
itu dalam pandangan hiperglobalis mereka berpendapat tentang definisi
globalisasi budaya adalah: “homogenization of the wold under the uauspices of American popular culture or Western consumerism in general “. Ini
berarti bahwa globalisasi budaya adalah proses homogenisasi dunia
dibawah bantuan budaya popular Amerika atau paham komsumsi budaya barat
pada umumnya.
Definisi
hiperglobalis tersebut, jika bisa disamakan dengan keanekaragaman
istilah globalisasi pada umumnya, yang salah satunya adalah
Westernisasi. Dimana ada penyebaran budaya barat terutama kebudayaan
Amerika. Namu, jika dilihat lebih lanjut, definisi dari hiperglobalis
tidak bisa terlepas dari pada sifat-sifat yang cenderumg mengandung pikiran ekonomi,berorientasi ekonomi.
Hal itu jelas dapat dilihat dan dinilai dari penekanan paham konsumsi terhadap budaya Barat pada
umumnya. Jadi bisa juga diartikan bahwa, budaya barat adalah budaya
yang diperjualbelikan, sementara masyarakat dunia pada umumnya adalah
konsumen yang menikmati. Sehingga munculah kondisi dimana istilah
Westernisasi digunaklan sebagai simbolis terhadap sifat konsumerisme
tersebut. Baik itu konsumsi terhadap bentuk pemerintahan atau sistim
politik, mekanisme pasar atau paham ekonomi , bahkan hingga bentuk
celana jeans atau kebudayaan.
C. Peran Media Masa
Peran
media masa dalam kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan modern
tidak ada yang menyangkal, menurut Mc Quail dalam bukunya Mass
Communication Theories(2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal melihat
peran media.
Pertama, melihat media masa sebagai window on event and experriece. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi disana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
Kedua, media juga sering dianggap a mirror of event in society and the word implying a faithful reflection.
Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia yang
merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola sering merasa tidak
“bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan , konflik, pornografi,
dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya
demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas
tersebut diputuskan oleh para professional media, dan khalayak tidak
sepenuhnya bebas untuk mengetahwi apa yang mereka inginkan.
Ketiga, memandang media masa sebagai filter, sebagai guide atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content yang
lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan“
oleh media tentang apa-apa yang layak diketahwi dan mendapat perhatian.
Keempat, media masa acapkali juga dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan atau menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian , atau alternative yang beragam.
Kelima, melihat media sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi danide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
Keenam, media masa sebagai interlocutor,
yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi
juga parthner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi
interaktif.
Pendeknya semua ini ingin menunjukkan, peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana divercion,
pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang
disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam kehidupan sosial. Isi
media masa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang
ada di media masa akan mempengaruhi realitas subyektif pelaku
interaksi sossial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi
media masa inilah yang nantinya mendasari respond an sikap terhadap
berbagai objek social. Informasi yang salah dari media masa akan
memunculkan gambaran yang salah pula terhadap obyek sosial itu.
Karenanya media masa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media masa.
D. Dampak Globalisasi Media Terhadap Budaya dan Prilaku Masyarakat Indonesia.
Bertolak
dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran
khayalaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada masa
yang akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi
media massa yang tak terelakan lagi.
Globalisasi
media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana
jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor.
Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah
diterka. Pada
titik - titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri
yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan
benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai –
nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adlah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar ,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good Housekeeping ,Trax,
dan sebagainya. Begitu juga membanjirnya program tayangan dan produk
tanpa dapat dibendung.Sehingga bagaimana bagi negara berkembang seperti
Indonesia menyikapi penomena traspormasi media terhadap prilaku
masyarakat dan budaya lokal,karena globalisasi media dengan segala yang
dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku film, vcd,
HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada
kehidupan masyarakat.
Saat
ini masyarakat sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai produk
poernografi berupa tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak,
televisi, rasio, dan terutama adalah peredaran bebas VCD.Baik yang
datang dari uar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media
pernografi bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam
skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia
sebagai ”surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapat produk-produk
pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab,
untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers
mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga
Negara dan tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam
pasal 5 ayat 1 Undang-undang pers No 40 tahun 1999itu sendiri,
mencantumkan bahwa: ”pers berkewajiban memberikan peristiwa dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam
media audio visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik mengatur
pornografi yaitu Undang-undang perfilman dan Undang-undang Penyiaran.
Dalam Undang-undang perflman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa : ”setiap
film dan reklame film yang akan diedarkan atau dipertujuklkan di
Indonesia, wajib sensor terlebih dahulu”. Pasal 19 dari UU ini
menyatakan bahwa : ”LSF (Lembaga Sensor Film)harus menolak sebuah film
yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam tayang”. Dalam UU
Penyiaran pasal 36 ayat 6 dinyatakan bahwa: ” isi siaran
televisi dan radio dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan
dilarang merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama
dan martabat manusia Indonesia ”.
Menurut
Afdjani (2007 bahwa: Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa
nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup
masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan kian terjangkau,
masyarakat menerima berbagai informasi tenteng peradaban baru yang
datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua
warga degara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada.
Begitulah, misalnya banjir informasi dan budaya baru yang
dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang
berlaku. Terutama masalah pornografi dimana sekarang wanita–wanita
Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim,yang kemudian ditiru habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal
atau di tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang
berpakaian serba minim dan mengumbar aurat.Dimana budaya itu sangat
bertentangan dengan dengan norma yang ada di Indonesia.Belum lagi
maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Di
sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu
melarang berbagai sepak terjang masyarakat yabg berperilaku yang tidak
semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyarankan
agar televisi tidak merayakan goyang erotis denga puser atau perut
kelihatan. Ternyata dampaknya cukup terasa, banyak televisi yang tidak
menayangkan artis yang berpakaian minim
E Antisipasi Strategis Menanggulagi Dampak Negatif Globalisasi Budaya
Ketidakberdayaan
tradisi dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya tidak
boleh dibiarkan begitu saja .Upaya-upaya pembakuan dan modernisasi yang
mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus dilawan, karena itu
berarti pelenyapan atas sumber lokal yang diawali dengan krisis
identitas lokal.
Upaya-upaya
pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk didalamnya penghargaan
nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan
dan cinta tanah air yang dirasakan semakin memudar dapat disebabkan oleh
beberapa faktor.Dalam kenyataannya didalam struktur masyarakat terjadi
ketimpangan sosial, baik dilihat dari status maupun tingkat pendapatan.
Kesenjangan sosial yang semakin melebar itu menyebabkan orang kehilangan
harga diri. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa
semakin sulit dicernakan sementara itu budaya global lebih mudah
merasuk.
Dalam kasus Globalisasi Media, sekarang di Indonesia bermunculan lembaga-lembaga media watch
yang keras sebai pers sebagai jawaban terhadap kian maraknya terhadap
penerbitan yang tidak memperhitungkan masalah etika dan kode etik.
Dimana melalui media massapun, kita dapat membangun media
publik, karena media mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat.
Misalnya melalui pemberitaan tentang dampak negatif pornografi. Komentar
para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat yang anti pornogrfi dan anti media
pornografi serta tulisan-tulisan, gambar dan surat pembaca yang
berisikan realitas yang dihadapi masyarakat dengan maraknya
pornografi, maka media dapat dengan cepat mengkontruksikan masyarakat
secara luas karena jangkauannya jauh.
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan , dikenal adanya opinion leader
atau pembuka pendapat atau tokoh masyarakat. Mereka mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam cita-cita
tertentu. Menurut Rogers (1983): ”pemuka pendapat memainkan peranan
penting dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim,
para pemuka pendapat berperan menyampaikan pesan-pesan, ide-ide
dan informasi-informasi baru kepada masyarakat”. Melalui pemuka
pendapat seperti tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan
tentang bahaya media pornografi dapat disampaikan.
Tapi
yang lebih penting lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam menerapkan
hukum baik Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang
Penyiaran secara tegas dan konsisten disamping tentu saja partisipasi
dari masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari
globalisasi media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.
Kemudian
hal yang tidak kalah pentingnya dalam menghadapi globalisasi budaya
adalah nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus
dimatikan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan
nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Dunia internasional sangat
menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda
pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat
bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi lokal yang dimiliki
Indonesia, misalnya di Bali yang dikenal dengan ”Tri Hita Karana”, yang
mengajarkan pada masyarakat Bali, bagaimana harus bersikap dan
berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian
dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan
hidup.
Oleh
karena itu globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi
dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan
kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan
strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat
jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya
dan kesejarahan senasib dan sepenanggungan diantara warga sehingga perlu
dilakukan revitalisasi budaya daerah dan perkuatan budaya daerah.
F. Penutup
Dari
uraian dan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak
globalisasi kenyataannya sangat berpengaruh terhadap prilaku dan budaya
masyarakat Indonesia dimana fenomena peng- globalan dunia harus disikapi dengan arif dan positif thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi
kemajuan. Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era
keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang
akan merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat,
karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahwan dan teknologi.
Akan tetapi perlu kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Akses
kemajuan tehnologi informatka dan komunikasi dapat
dimanfaatkan sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya
lokal.Jati diri daerah harus terus tertanam dijiwa masyarskat Indonesia,
serta harus terus, meningkatkan nilai-nilai keagamaaan.
Related Posts :
- Back to Home »
- Artikel ini pernah dimuat di majalah Sinar Agung »
- Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Perilaku Masyarakat